Friday, May 4, 2012

 EKONOMI ISLAM 
MADZHAB HAMFARA

 PENDAHULUAN
Jika anda ditanya, apakah ilmu ekonomi yang ada pada saat ini telah berhasil menyejahterakan kehidupan ekonomi umat manusia di atas muka bumi ini? Apabila jawaban anda adalah: tidak! Maka, inilah saatnya bagi anda untuk membaca tulisan ini...

Apakah ilmu yang sekarang ini paling berpengaruh terhadap kehidupan umat manusia di atas permukaan bumi ini? Jika kita ditanya dengan pertanyaan tersebut, apa jawabannya? Jawabnya tidak lain dan tidak bukan adalah ilmu ekonomi. Mengapa? Boleh dikatakan, ilmu ekonomi dapat dianggap sebagai ilmu yang paling bertanggung jawab terhadap nasib jutaan umat manusia di bumi ini. Bahkan, seakan-akan kita dapat mengatakan bahwa hidup-matinya manusia di bumi ini ada “di tangan” ilmu ini.
Apakah manusia yang berada di berbagai belahan bumi ini akan memperoleh aliran bahan makanan atau tidak, ilmu ekonomi-lah yang akan berperan. Berjuta buruh pabrik yang telah mencucurkan keringatnya untuk bekerja dari hari demi hari, apakah mereka akan mendapatkan gaji yang layak atau tidak, ilmu ekonomi-lah yang bisa menjawabnya. Apakah pabrik-pabrik yang berada di seluruh pelosok bumi ini akan bisa berproduksi atau tidak, ilmu ekonomi juga yang akan bertanggung jawab. Hebat bukan?
Bahkan, jika ada sebuah negara yang sebelumnya sangat kaya raya, ekonominya sangat kuat dan maju, tiba-tiba menjadi bangkrut dalam waktu yang sangat singkat, ilmu apa yang paling berperan? Jawabnya masih sama, yaitu ilmu ekonomi. Kita tentu masih ingat bagaimana nasib Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara di era tahun 1997-an. Ketika itu negara-negara ini sedang dipuji-puji oleh dunia sebagai  calon-calon macan Asia -karena prestasi pertumbuhan ekonominya yang sangat gemilang-, tiba-tiba harus hancur dalam hitungan bulan. Demikian juga, menjelang akhir tahun 2008-an, kedigdayaan ekonomi Amerika Serikat, Jepang dan Eropa, tiba-tiba hancur berantakan, juga dalam hitungan waktu yang sangat singkat. Apakah kita sepakat, jika ini semua adalah akibat “ulah” dari ilmu ekonomi?
Ilmu ekonomi dalam perjalanan 200 tahun terakhir ini memang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sehingga banyak pakar keilmuan yang memberi gelar khusus pada ilmu ini dengan sebutan The Prince of Social science. Rajanya ilmu sosial. Itulah julukan yang telah dilekatkan pada ilmu ekonomi ini.
Perkembangan ilmu ekonomi akhirnya memang menjadi sangat luas dan kompleks. Sehingga jati dirinya semakin sulit untuk diidentifikasi lagi. Sebab, perkembangan ilmu ini sudah semakin jauh dari akarnya, yaitu rumpun ilmu sosial. Perkembangan mutakhir ilmu ekonomi akhirnya semakin mendekati ilmu eksakta atau ilmu pasti, sebagaimana ilmu matematika, fisika, kimia dan biologi.
Berbagai problema ekonomi, yang sesungguhnya adalah problem sosial kemanusiaan,  akhirnya harus diselesaikan dengan pendekatan yang sangat matematis dan eksak. Semuanya harus diselesaikan dengan hitungan-hitungan matematis, yang sangat kaku, kering dan kosong dari dimensi sosial  kemanusiaan.
Padahal sesungguhnya fenomena ekonomi bukan hanya persoalan hitungan uang, produksi barang atau kenaikan pendapatan. Fenomena ekonomi adalah fenomena yang sangat kompleks dan dinamis. Fenomena ekonomi akan melibatkan banyak dimensi, mulai dari persoalan uang, produksi barang, pekerjaan, hubungan sosial, hubungan kemanusiaan, kasih sayang, kepedulian, dan seterusnya, hingga pada dimensi peribadatan.
Keprihatinan terhadap perkembangan ilmu ekonomi inilah yang mendorong penulis untuk menuliskan buku ini. Apakah kita akan terus membiarkan berbagai persoalan ekonomi yang telah mendera umat manusia di atas muka bumi ini, cukup hanya diselesaikan dengan hitungan-hitungan matematika? Dengan solusi seperti ini, kenyataan menunjukkan bahwa masalahnya tidak semakin rampung, namun malah sebaliknya, yaitu makin semrawut dan krisis ekonomi yang terjadi semakin besar dan dahsyat.
Berangkat dari semua kenyataan di atas, ada satu pertanyaan besar yang sangat membutuhkan jawaban dengan segera, yaitu: “Apakah ilmu ekonomi yang ada pada saat ini telah berhasil menyejahterakan kehidupan umat manusia di atas muka bumi ini?” Apabila jawaban anda adalah: tidak! Maka, akan muncul pertanyaan berikutnya: “Apakah ada ilmu ekonomi yang dapat dijadikan sebagai pengganti dari ilmu ekonomi yang ada sekarang ini?”. Jawabnya: Insya Allah ada!
Apakah ilmu ekonomi tersebut? Semoga tidak dianggap berlebihan apabila penulis mengatakan bahwa ilmu ekonomi tersebut adalah: “Ekonomi Islam Madzab Hamfara”. Ilmu Ekonomi apakah itu?

 EKONOMI ISLAM MADZHAB “HAMFARA”

Kata “Hamfara” adalah singkatan dari kalimat: Hadza min Fadhli Rabbi”. Kalimat ini adalah petikan dari ucapan Nabi Sulaiman AS yang telah diabadikan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an, tepatnya ada di dalam Surat An-Naml, ayat yang ke-40. Kalimat tersebut jika diterjemahkan secara bebas akan memiliki arti: “Ini adalah karunia dari Tuhanku”. Sedangkan kalimat yang lengkap dapat kita baca dalam ayat di bawah ini:

قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرّاً عِندَهُ قَالَ هَذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ ﴿٤٠﴾

“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba Aku apakah Aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". (QS. An-Naml- 40).

Kita semua tentu sudah mengenal siapa sosok Nabi Sulaiman AS itu. Beliau adalah seorang Nabi yang mendapat limpahan karunia dari Allah SWT, dengan karunia yang tidak terhingga banyaknya. Beliau memiliki kekayaan yang melimpah ruah. Beliau telah menjadi Raja dari segenap umat manusia. Tidak hanya atas umat manusia, tetapi juga atas segenap makhluq yang lain, yaitu dari kalangan hewan maupun bangsa jin. Luar biasa memang.
Namun, dengan berbagai limpahan karunia yang telah diberikan Allah SWT tersebut, ternyata tidak menjadikan Nabi Sulaiman sombong dan takabur, tetapi justru malah membuat beliau menjadi manusia yang sangat tawadlu’ di hadapan Tuhannya. Oleh karena itu, ucapan yang paling monumental ketika beliau memperoleh puncak dari semua karunia itu, tiada lain adalah: Hadza min Fadhli Rabbi.
Kalimat inilah yang ingin juga penulis abadikan dalam buku ini. Penulis mempunyai keyakinan, bahwa Allah SWT akan senantiasa menurunkan karunia-Nya untuk umat manusia dan seluruh makhluq-Nya. Sedangkan karunia yang paling agung bagi umat manusia di akhir jaman ini tidak lain adalah diturunkannya Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dua kitab ini telah diturunkan secara lengkap dan sempurna, tidak lain adalah untuk kepentingan kehidupan manusia, beserta alam semesta di dunia ini. Jika kedua pedoman hidup ini benar-benar diamalkan oleh manusia, Insya Allah kehidupan umat manusia akan bahagia, makmur dan sejahtera.
Diantara pedoman hidup yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah pedoman untuk mengatur tata kehidupan ekonomi di dunia ini. Jika manusia mau mengambilnya, kemudian mau mengamalkannya, Insya Allah kehidupan ekonomi manusia akan menjadi bahagia, makmur dan sejahtera. Tidak ada lagi cerita tentang kemiskinan, kesengsaraan dan penderitaan atas umat manusia di atas muka bumi ini. Apalagi cerita tentang munculnya berbagai malapetaka ekonomi yang terus-menerus mendera umat manusia, sebagaimana krisis ekonomi yang terjadi selama ini. Insya Allah tidak akan terjadi lagi. Mengapa?
Kita tentu akan bertanya-tanya, mengapa begitu mudahnya kita mengambil kesimpulan tersebut? Seakan untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan ekonomi umat manusia di sentero jagad bumi ini, ibarat semudah membalikkan telapak tangan? Apakah itu mungkin? Apakah itu tidak termasuk dalam kategori yang terlalu menyederhanakan masalah? Tidak perlu khawatir. Insya Allah semuanya memang mudah. Sekali lagi, mengapa?
Jawabnya tidak lain adalah, karena konsep yang hendak kita terapkan adalah konsep ekonomi yang berasal dari Allah SWT. Bukan dari yang lain. Bukan konsep buatan manusia, juga bukan konsep yang murni buatan penulis itu sendiri. Apakah masih ada yang meragukan kesempurnaan konsep yang berasal dari Allah SWT? Apakah masih ada yang meragukan ke-Maha Tahuan dari Allah SWT? Termasuk dalam menata ekonomi umat manusia?
Tugas kita sebagai manusia hanyalah memahaminya, membuat sistematikanya, kemudian mengamalkannya. Begitu saja. Sangat mudah bukan? Nah, disinilah uniknya buku ini. Jika proses pemahaman sudah kita lakukan, proses sistematisasi juga sudah kita tuliskan, selanjutnya kita aplikasikan, kemudian apa yang akan kita peroleh? Jika kemudian kita mendapatkan kebahagiaan dan kemakmuran ekonomi di dunia ini, apakah ada yang salah? Jika memang demikian keadaannya, maka kalimat apa yang paling layak untuk kita ucapkan? Kalimat itu tidak lain adalah: Hadza min Fadhli Rabbi”.
Sekali lagi, tercapainya kehidupan ekonomi yang penuh dengan kebahagiaan, kemakmuran dan kesejahteraan, tidak akan kita pandang lagi sebagai hasil dari kekepandaian, kecerdasan dan kehebatan kita dalam menata ekonomi. Tidak! Sama sekali tidak! Jangan sampai kita menjadi takabur dan sombong. Kita harus tetap tunduk dan tawadlu’ untuk mengatakan bahwa semua itu benar-benar merupakan karunia dari Tuhan kita, Allah SWT. Hadza min Fadhli Rabbi”!
Inilah Ilmu Ekonomi Islam yang hendak kita bangun. Ilmu ekonomi yang diharapkan benar-benar merupakan perumusan dari Allah SWT, yang telah dikaruniakan-Nya melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah. Seperti apa ilmu ekonomi ini?

 APA YANG MEMBEDAKAN?
Setelah kita berkenalan sedikit dengan kata “Hamfara”, maka tibalah saatnya untuk mengajukan pertanyaan besarnya. Apa yang membedakan ilmu ekonomi ini dengan ilmu ekonomi “konvensional”? Bahkan, jika pertanyaan ini diperluas lagi, maka pertanyaannya akan bertambah menjadi: apa yang membedakan buku ini dengan buku-buku Ilmu Ekonomi Islam yang lain?
Sesungguhnya apa yang telah diuraikan di atas, walaupun sangat singkat dan sederhana, namun sudah dapat dikatakan sebagai landasan pemikiran atau filosofi utama dari buku ini. Dengan kata lain, penulis berupaya untuk menulis buku ini dengan landasan berfikir yang merujuk pada petunjuk Allah SWT. Sangat sederhana dan tidak ingin berbelit-belit. Filosofi utama inilah yang akan membedakan ilmu ekonomi ini dengan ilmu ekonomi “konvensional”.
Dengan kalimat yang lebih sederhana lagi, kita dapat mengatakan bahwa ilmu ekonomi konvensional adalah ilmu yang berasal dari produk pemikiran manusia secara murni, sedangkan Ilmu Ekonomi Islam Madzhab Hamfara adalah ilmu ekonomi yang bersumber dari Allah SWT, yang telah diturunkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Selanjutnya, apa yang membedakan buku ini dengan berbagai buku Ilmu Ekonomi Islam yang lain? Menurut pengamatan penulis, berbagai buku ekonomi Islam yang sekarang sudah banyak ditulis, “hanyalah” sekedar proses islamisasi dari ilmu ekonomi konvensional. Oleh karena itu, langkah islamisasi ini terkadang memunculkan sebuah sindiran yang mengatakan bahwa yang disebut dengan Ilmu Ekonomi Islam adalah “Ilmu Ekonomi Konvensional dikurangi dengan bunga (riba) dan ditambah zakat”. Sedangkan teori-teori yang lain adalah “sama dan sebangun”.
Jika ilmu ekonomi konvensional sudah dianggap “gagal” dalam menyelesaikan berbagai problem ekonomi, bahkan dianggap memiliki andil yang paling besar dalam hancurnya perekonomian di dunia ini, mengapa harus dilakukan Islamisasi? Inilah filosofi kedua yang membedakan dengan Ilmu Ekonomi Islam yang lain.
Selanjutnya, bagaimana kita dapat memahami perbedaan yang lebih spesifik dan lebih mendalam dari buku ini dengan berbagai buku ilmu ekonomi konvensional, termasuk dengan berbagai buku ekonomi Islam yang lain? Insya Allah akan dibahas secara lebih mendalam di dalam bab-bab selanjutnya. 
(BERSAMBUNG)